Wednesday, December 23, 2015

Ingkar Sunnah



 INGKAR SUNNAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pada abad ke 2 Hijriyah muncul pihak-pihak yang mengingkai hadits sebagai hujjah. Ada yang menolak hadits mutawatir ataupun ahad, ada pula yang mengingkari as-Sunnah yang tidak memberikan penjelasan atau memperkuat Al-Qur’an, bahkan ada yang menolak hadits sebagai sumber hukum. Hal ini muncul karena ada anggapan bahwa Al-Qur’an saja sudah cukup untuk menjadi sumber hukum.[1]
Hal ini didasarkan pada Q.S Al-An’am : 38[2]
 “…Tidaklah kami alpakan sesuatu pun dalam al-Kitab…”
 Dan Q.S An-Nahl : 89[3]
“...Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….”
 Menurut mereka, dengan dua ayat ini, Allah menegaskan bahwa dia telah menerangkan dan memerinci segala sesuatu sehingga tidak perlu keterangan lain seperti Sunnah. Seandainya Al-Qur’an belum lengkap, apa maksud dari ayat tersebut? Sekiranya demikian, berarti Allah menyalahi pemberitaannya sendiri. Hal ini sangatlah mustahil. Padahal menurut para ulama, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan urusan agama, hukum-hukumnya dan dunia akhirat. Jika ditelusuri, sejak zaman Asy-Syafi’i sudah ada pengingkar Sunnah, hal ini terbukti dari kitab-kitabnya yang terdapat sanggahan.
 B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari ingkar sunnah?
2.      Bagaimana sejarah kemunculan inkar sunnah?
3.      Apa saja Argumentasi kelompok?
4.      Apa kelemahan faham (ajaran) ingkar sunnah?
5.      Apa ajaran pokok dalam ingkar sunnah?
6.      Bagaimana bantahan para ulama?
7.      Apa penyebab mereka mengingkari sunnah?
8.      Dalil apa yang digunakan sebagai dasar hukum inkar sunnah?
 C.      Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari ingkar sunnah.
2.      Untuk mengetahui sejarah kemunculan dan tokoh-tokoh dalam ingkar sunnah.
3.      Untuk mengetahui argumentasi kelompok
4.      Untuk mengetahui kelemahan ingkar sunnah.
5.      Untuk mengetahui pokok ajaran ingkar sunnah.
6.      Untuk mengetahui bantahan para ulama.
7.      Untuk mengetahui penyebab mereka mengingkari sunnah.
8.      Untuk mengetahui dasar hukum ingkar sunnah
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Ingkar Sunnah
Kata Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa, artinya “menolak atau tidak mengakui”, berasal dari kata kerja, Ankara-Yunkiru-Inkaaron.[4] Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan atau tatacara yang telah mentradisi,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik.[5]
Secara bahasa pengertian Hadits dan Sunnah sendiri terjadi perbedaan dikalangan para ulama, ada yang menyamakan keduanya dan ada yang membedakan. Pengertian keduanya akan disamakan seperti pendapat para muhaditsin, yaitu untuk menyebut hal ikhwal tentang Nabi SAW baik berupa suatu perkataan, perbuatan, takrir dan sifat Rauslullah SAW.[6]
Namun diantara para ulama ada yang membedakan pengertian keduanya, sebagai berikut:[7]
1.         Sunnah lebih umum daripada hadits, karena hadits lebih cenderung identik dengan sunnah qauliyah. Pendapat ini didasarkan atas makna etimologi  hadits yang diartikan sebagai berita.
2.         Hadits diartikan segala aktifitas nabi Muhammad saw meskipun itu hanya di lakukan satu kali dalam hidup beliau. Sedangkan sunnah harus dikerjakan berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan atau tradisi. Pendapat ini juga lebih didasarkan kepada pengertian sunnah secara etimologi yang diartikan sebagai tradisi.
3.         Sunnah bersumber dari nabi muhannad dan para sahabat. Sedangkan hadits hanya yang datangnya dari Rasulullah SAW saja.
Adapun fungsi hadits adalah sebagai berikut :[8]
1.    Bayan Ta’kid (Penegas Hukum). Dalam hal ini hadits menegaskan suatu hukum yang subtansinya sama dengan yang di maksudkan dalam Al-Qur’an.
2.    Bayan Tafsir (Menjelaskan maksud dari Al-Qur’an), Hal ini dapat berupa merinci ayat yang sifatnya global, membatasi ayat yang mutlak, mengkhususkan ayat yang umum, menjelaskan ayat yang susah di fahami.
3.    Menjelaskan hukum yang tidak di singgung langsung dalam Al-Qur’an.
 Secara definitif Ingkar As-Sunnah dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk dijadikan sebagai sumber dan dasar syari’at Islam.[9] Kata “Ingkar Sunnah” dimaksudkan untuk menunjukkan gerakan atau paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai sumber kedua hukum Islam. Inkar as-sunnah tidak semata-mata penolakan total terhadap sunnah, penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk inkar as-sunnah.
 B.     Sejarah Ingkar As-Sunnah
Sejarah perkembangan faham ingkar sunnah hanya terjadi dalam dua periode, yaitu periode klasik dan periode modern. Menurut Prof. M. Mushthofa Al-Azhami sejarah ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (abad 2H/7M). kemudian menghilang dari peredarannya selama beberapa abad. Kemudian pada abad modern (abad 13H/19M) kembali muncul di india dan mesir sampai pada masa sekarang.[10]
Ingkar Sunnah Pada Masa Periode Klasik
Ingkar sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy- Syafi’I (wafat 204 H). Dalam kitabnya Al-Umm Imam Syafi’i menguraikan perdebatan beliau dengan seseorang pengingkar sunnah.[11] Menurut Muhammad Al-Khudhari Beik, bahwa seseorang yang berdebat denga Imam Asy-Syafi’I tersebut dari kelompok Mu’tazilah karena dinyatakan bahwa orang tersebut berasal dari bashrah, sementara bashrah pada saat itu merupakan pusat teologi mu’tazilah.
Dari perdebatan imam Asy-Syafi’i dengan pengingkar sunnah, dapat difahami bahwa ada tiga jenis kelompok ingkar sunnah.
Pertama, kelompok yang mengingkari sunnah rosulullah secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang mengingkari sunnah yang tidak disebutkan dalam al-qur’an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits mutawattir (hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap periodenya) dan menolak hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawattir) walaupun shohih.[12]
Dilihat dari penolakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok pertama dan kedua pada hakekatnya memiliki kesamaan pandangan bahwa mereka tidak menjadikan Sunnah sebagai hujjah. Para ahli hadits menyebut kelompok ini sebagai kelompok Inkar. Kelompok pertama dan kedua ini sangat berbahaya, karena akan merobohkan paradigma sunnah secara keseluruhan. Sebab sebagian besar perintah ibadah dalam Al-Qur’an bersifat global seperti perintah sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Kemudian diperinci penjelasannya oleh Sunnah Rosul. Dengan menolak penjelas Al-Qur’an tersebut yakni sunnah maka mereka akan sangat mudah mendistorsi dan mempermainkan makna dari Al-Qur’an tersebut sehingga mereka dapat menjalankan ibadah sekedarnya sesuai yang mereka inginkan karena tidak ada penjelasan dalam Al-Qur’an mengenai bilangan jumlah dan waktu ibadah tersebut.[13]
Inkar sunnah pada masa klasik ini diawali akibat konflik internal umat islam yang dikobarkan oleh sebagian kaum sindiq yang berkedok pada sekte-sekte tertentu dalam islam, kemudian diikuti oleh para pendukungnya dengan mencacimaki para sahabat. Secara umum dapat dikatakan semua umat islam mengakui kehujahan sunnah sebagai dasar hukum, hanya saja terdapat perbedaan dalam memberikan kriteria persyaratan kualitas sunnah tersebut.[14]
Berikut pandangan beberapa sekte dalam Islam terhadap sunnah Rasul.
a.       Khawarij
Secara umum, khawarij dan berbagai sempalannya berpendapat bahwa semua sahabat yang terlibat dalam fitnah perang jamal dan gencatan senjata (tahkim) serta yang ridho akan hal tersebut dinilai kafir. Sehingga mereka menolak seluruh sunnah yang diriwayatkan oleh mayoritas sahabat setelah dua peristiwa tersebut. Mereka hanya menerima sunnah yang diriwayatkan  dari beberapa sahabat yang tidak terlibat dalam dua peristiwa tersebut.[15]
 b.      Syi’ah
Kelompok syiah menerima sunnah dan mengamalkannya seperti ahlussunnah, hanya mereka berbeda dalam menerima dan menetapkan kriterianya. Mereka berpendapat bahwa mayoritas sahabat setelah rosulullah wafat adalah murtad kecuali beberapa orang saja. Sehingga mereka tidak mau menerima sunnah yang diriwayatkan dari mayoritas sahabat tersebut, kecuali dari kalangan ahlul bait (keluarga Nabi Saw). Mereka mensyaratkan penuturan sebuahhadits harus dari jalur para imam, karena menurut mereka hanya imam merekalah  yang bersifat Ma’sum (terpelihara dari dosa).[16]
 c.       Mu’tazilah
Menurut kesimpulan al-siba’iy, bahwa sikap mu’tazilah tidak menentu apakah menolak sunnah atau menerima seluruhnya atau menolak sunnah ahad saja. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa mu’tazilah dengan ushul khamsah-nya (falsafah madzhab mu’tazilah) dan konsep-konsep yang bermuara daripadanya merupakan kaidah yang dipatuhi oleh teks al-qur’an dan sunnah. Ayat yang kontradiksi denga logika ditakwilkan dan sunnah yang kontradiktif dengan rasio ditolak. Harun nasution mengungkapkan bahwa kaum mu’tazilah tidak begitu banyak berpegang pada sunnah atau tradisi, bukan tidak percaya pada sunnah atau tradisi nabi dan para sahabat akan tetapi mereka ragu akan keorisinalan hadits yang mengandung sunnah tersebut.[17]
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa mu’tazilah pada perinsipnya menerima kehujjahan sunnah. Namun mereka mengkritik sejumlah sunnah yang kontra dengan falsafah madzhab mereka. 
Ingkar Sunnah pada Periode Modern
a.      Ingkar Sunnah di India dan Pakistan
Ingkar sunnah lahir kembali pada abad modern di beberapa negara pada abad 19 setelah menghilang dari Iraq pada abad klasik. Pengingkar sunnah modern di india menyebut kelompok mereka dengan al-qur’aniyyun (pengamal Al-Qur’an).  Para tokohnya antara lain : Ahmad Khan, Ciragh Ali, Maulevi AbdullahJakralevi, Ahmad Al-Din Amratserri, Aslam Cirachburri, Ghulam Ahmad Parwez, dan Abd Al-Khaliq Malwaddah.
Pada masa modern ini terdapat empat kelompok pengingkar sunnah di india yang mempunyai dua prinsip yaitu : berpedoman hanya pada al-qur’an baik urusan dunia maupun akhirat, dan sunnah rosul bukanlah sebagai hujjah dalam beragama.[18] Ke kempat kelompok tersebut ialah :
1.      Ummat muslim Ahl Al-Dzikr Wa Al-Qur’an
Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah Jakralevi (w. 1918 M) Seorang Syeh dan Pencetus Qur’aniyyah. Ia fasih dalam bahasa Urdu dan Arab. Ia tinggal di Lahore (sekarang Pakistan) membawahi sekitar 1000 orang pengikut. Dan memiliki beberapa cabang di berbagai kota dan pusatnya di dar Al-Qur’an. Disini ada masjid yang tidak memakai mihrab dan shalatnya 3 kali sehari semalam. Bagi mereka tidak ada yang membatalkan wudhu dan tidak ada adzan sebelum shalat, karena Al-Qur’an tidak menjelaskannya. Hadits yang menjelaskan hal tersebut adalah bohong.[19]
2.      Umat Muslimah
Kelompok ini dipimpin oleh Ahmad Al-Din Amratserri bin Al-Khawajah Miyan Muhammad di India tetapi pindah ke Pakistan pada saat kemerdekaannya (1947). Ia menguasai bahasa Persia, Arab, Inggris dan Urdu.
Diantara pemikirannya adalah sholat hanya dua waktu, yakni shalat fajar dan shalat isya, yang ketiga tidak wajib. Sholat boleh dikerjakan empat rakaat atau dua rakaat dan tidak harus menghadap kiblat (ka’bah). Namun belakangan shalat mereka sama dengan muslim lainnya yakni lima waktu dan berpuasa pada bulan ramadhan.[20]
3.      Thulu’ Islam
Pendirinya adalah Ahmad Parwez Bin Fadhal Din. Lahir pada tahun 1903 di Punjab India, kemudian ia pindah ke Pakistan pada saat kemerdekaannya. Setiap kota di Pakistan terdapat kelompok ini bahkan di eropa juga terdapat cabangnya.
Diantara pemikirannya di dalam Al-Qur’an tidak ada keterangan bahwa nabi pernah sholat menghadap baitul maqdis kemudian berubah ke Ka’bah. Al-Qur’an juga tidak menjelaskan Sholat menghadap ke ka’bah yang ada menghadap ke mekkah untuk menyatukan umat islam. Pemerintah quraniyah boleh mengganti bagian sholat yang tidak ditetapkan dalam al-qur’an.[21]
4.      Ta’mir Insaniyat
Kelompok ini dipimpin oleh abu Al-Khaliq Malwadah. Diantara pemikirannya tidak lebih dari apa yang diperintahkan allah untuk mengikuti apa yang diturunkan-nya dalam Al-Qur’an.[22]
 b.      Ingkar Sunnah di Mesir
Ada beberapa tokoh yang di kategorikan sebagai pemikir modern ingkar sunnah di mesir oleh pakar hadits diantaranya :
1.      Taufiq Shidqy[23]
Taufiq Shidqy adalah seorang dokter yang bertugas di salah satu lembaga kemasyarakatan di mesir, lahir pada tanggal 19 September 1881. Di kalangan para ulama hadits tidak ada perbedaan bahwa taufiq shidqi di catat sebagai pengingkar sunnah pertama pada masa modern di mesir yang secara terang-terangan menolak sunnah sebagai sumber hukum islam.
Buah pemikirannya dapat di pahami dari artikel-artikel yang ditulisnya di berbagai majalah dan Koran. Secara ringkas berikut pokok-pokok pikiran Taufiq Shidqy :
-          Hanyalah al-qur’an yang diwahyukan allah secara mutlak dan tidak ada kesalahan, sedangkan sunnah tidak demikian.
-          Islam hanyalah al-qur’an, tidak perlu tambahan lain sebab al-qur’an telah sempurna dan tidak perlu disempurnakan lagi, dan telah jelas tidak perlu diperjelas selain dengan al-qur’an. Sunnah bersifat kontemporer dan hanya berlaku pada masa nabi saja dan bagi bangsa arab saja. Bagi ummat yang hidup setelah masa nabi atau bagi bangsa non arab boleh tidak pakai sunnah.
-          Nabi melarang penulisan sunnah. Seandainya sunnah menjadi sumber hukum islam pasti nabi memerintahkanuntuk menulisnya seperti al-qur’an. Oleh karena itu sahabat tidak menulis dan tidak membukukan sunnah dan kemudian banyak terjadi pemalsuan sunnah yang tersebar di berbagai buku sunnah.
-        Ia menolak seluruh sunnah baik mutawatir maupun ahad.
Akantetapi belakangan ia meralat pendapatnya itu dan mengakui sunnah. Kecuali beberapa hal yang tidak disepakati ulama seperti sunnah qauliyah, setelah mau merenung dan mendengar argumentasi lawan diskusinya.
 2.      Mahmud Abu Rayyah[24]
Diantara pemikiran Mahmud abu rayyah sebagai berikut :
-          Buku induk hadits tidak dapat dijadikan pedoman dalam beragama untuk umum sebagaimana al-qur’an, karena ia merupakan hasil ijtihad ulama belakangan. Nabi melarang menulisnya, dengan demikian para sahabat sejak nabi wafat tidak memperhatikan dan mengodifikasinya.
-          Secara keseluruhan hadits hanya ahad yang bersifat zhan (menduga-duga) dan tercela menurut al-qur’an, sedangkan hadits mutawatir tidak mungkin tejadi karena kelangkaan persyaratan.
3.      Ahmad Amin[25]
Ahmad amin seorang budayawan dan sejarawan mesir lahir pada tahun 1878 dan wafat tahun 1954. Diantara pemikirannya yaitu :
-          Hadits tidak tertulis sejak masa nabi saw masih hidup. Hadits hanya ditulis berdasarkan ingatan pembawanya saja, oleh karenanya ditemukan banyak hadits palsu. Usaha ulama dalam membendung hadits palsu juga mengalami kekurangan, karena usaha mereka tidak kritis dalam menilai keadilan para sahabat dan matan hadits. Mereka hanya melakukan kritik sanad.
-          Para periwayat hadits yang dinilai para ulama sebagai orang paling adil seperti bukhari, muslim dan ahmad dinilainya tidak tsiqah karena adanya subjektifitas politik dalam periwayatan haditsnya.
 4.      Rasyad khalifah[26]
Merupakan sarjana pertanian mesir yang berpindah kewarganegaraan amerika serikat. Kegiatan penyebaran paham ingkar sunnahnya berpusat di masjid Tucson wilayah Arizona. Dia bahkan mengaku menjadi nabi yang selalu menerima wahyu dari jibril di amerika karena dari sanalah risalah kenabian akanmenyebar ke seluruh dunia. Dia tidak sekedar menolak  hadits nabi bahkan mencaci maki hadis dan para perawinya yang dinilai paling kredibel di kalangan ummat muslim.
 5.      Ahmad Shubhy Manshur[27]
Adalah seorang alimni al-azhar yang mendapat gelar doctor dalam bidang sejarah. Merupakan murid dari rasyad khalifah. Ia dijanjikan menggantikan gurunya sebagai nabi setelah gurunya wafat sesuai dengan namanya “ahmad” sebagaimana yang tertera dalam al-qur’an.
Diantara pemikirannya :
-          Sunnah yang ada sekarang adalah buatan penguasa masa abbasiyah yang semula merupakan fatwa ulama atau fuqaha khalifah yang melayani untuk melegitimasi kehendak sang khalifah
-          Sunnah yang terkodifikasi ke dalam jutaan naskah sesat dan bertenytangan dengan al-qur’an.
-          Cara sholat telah diketahui melalui shalatnya nabi-nabi terdahulu sebagaimana dijelaskan dalam al-qur’an.
 6.      Musthafa Mahmud[28]
Permasalahan yang dikritisi musthafa Mahmud adalah sunnah tentang syafaat yang menurutnya bertentangan dnegan al-qur’an. Namun pada dasarnya ia menolak sunnah secara umum sebagai konsekuensi logis penolakannya terhadap syafaat. Diantara pemikirannya :
-          Setiap orang yang masuk ke neraka akan kekal didalamnya. Tidak ada di dalam al-quran penjelasan tentang masuk neraka dalam waktu terbatas.
-          Hadits syafaat palsu karena bertentangan dengan teks al-qur’an.
-          Hadirts tidak terpelihara dari kesalahan seperti al-qur’an.
-          Sunnah seperti sejarah, adakalanya benar dan ada kalanya salah, boleh di ambil dan boleh tidak.
 c.       Ingkar Sunnah di Indonesia
Pemikiran modern ingkar sunnah muncul di Indonesia secara terang-terangan sekitar tahun 1980-an. Kemungkinan besarnya jauh sebelum itu telah ada penyebaran secara sembunyi-sembunyi. Pemikiran inkar sunnah bergerak di beberapa tempat dan pada 1983-1985 mencapai puncaknya sehingga menghebohkan masyarakat Islam dan memenuhi halaman surat kabar. Adapun penyebaran kelompok inkar sunnah di Indonesia meliputi wilayah Jakarta, Bogor, Tegal, dan Padang.[29]
Tokoh-tokoh “Ingkar Sunnah” yang tercatat di Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia), Ir. Ircham Sutarto, Abdurrahman, Dalimi Lubis (karyawan kantor DePag Padang Panjang), Nazwar Syamsu, As’ad bin Ali Baisa, H. Endi Suradi. Para penginggkar sunnah di Indonesia secara keseluruhan menolak sunnah sebagai sumber hukum dan mereka dari kalangan bukan orang yang ahli agama dan masih dalam tahap belajar kemudian mengklaim dirinya ahli agama dan secara eksklusif merasa paling benar dan yang lain salah.[30]
 C.      Argumentasi Kelompok Ingkar As-Sunnah
Sebagai suatu paham atau aliran, ingkar as-sunnah klasik ataupun modern memiliki argument-argumen yang dijadikan landasan mereka. Tanpa argument-argumen itu, pemikiran mereka tidak berpengaruh apa-apa.
Argument mereka antara lain :[31]
1.      Agama bersifat konkrit dan pasti Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai hadits, berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-Qur’an yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti. Sementara apabila agama Islam itu bersumber dari hadits , ia tidak akan memiliki kepastian karena hadits itu bersifat dhanni (dugaan), dan tidak sampai pada peringkat pasti.
2.      Al-Quran sudah lengkap Jika kita berpendapat bahwa Al-Qur’an masih memerlukan penjelasan, berarti kita secara jelas mendustakan Al-Qur’an dan kedudukan Al-Qur’an yang membahas segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu, dalam syariat Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Qur’an.
3.      Al-Qur’an tidak memerlukan penjelas Al-Qur’an tidak memelukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Qur’an merupakan penjelasan terhadap segala hal.
 Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan mereka sebagai alasan menolak sunnah secara total adalah Qur’an Surat an-Nahl ayat 89 [32]
 Terjemahnya : “(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
 Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:[33]
Terjemahnya : “Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
 Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu penjelasan dari Sunnah. Bagi mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam Al-Qur’an, misalnya surat Al-Baqarah ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain. Adapun alasan lain adalah bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab yang  tentunya Al-Qur’an tersebut akan dapat dipahami dengan baik pula. Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits Mutawatir. Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:
Terjemahnya : “…Dan Sesungguhnya Persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran…”[34]
 Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus didasarkan pada dalil yang qath’i yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh karena itu hanya Al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi hujjah atau sumber ajaran Islam.
 D.      Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah
Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki banyak kelemahan, misalnya :
1.         Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan bagi kelompok ingkar sunnah untuk maenolak sunnah secara keseluruhan. Menurut Asy-Syafi’i ayat tersebut menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat, dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara tehnis tata cara pelaksanaannya.Dengan demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran. Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.[35]
2.         Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak hadits ahad sebagai hujjan dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah zhanni adalah tentang keyakinan yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai zhanni pada ayat tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak ada kesamaannya dengan tingkat kebenaran hasil penelitian kualitas hadits.
3.         Keshahihan hadits ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
 E.     Pokok-Pokok Ajaran Aliran Sesat Ingkar As-Sunnah
  1. Tentang Dua Kalimat Sahadat
Mereka tidak mengaku 2 kalimat syahadat karena tidak ada dalam Al-Qur’an.[36]
  1. Tentang Shalat Cara mereka mengerjakan shalat bermacam-macam, yaitu :
1.      Ada yang mengerjakan shalat tiga kali sehari masing masing boleh empat rakaat atau dua rakaat.[37]
2.      Ada yang shalatnya rata-rata dua rakaat, tetapi bacaannya berbeda-beda ada yang seperti biasa, bagian shalat yang tidak tertera dalam al-qur’an boleh dig anti.[38]
3.      Ada yang shalatnya sebanyak-banyaknya, selagi mampu dan tidak berlebihan
4.      Shalat diwajibkan bagi yang faham al-qur’an.[39]
c.       Tentang Puasa Di Bulan Ramadhan.
mereka hanya mengikuti wajibnya puasa saja. Adapun hari dan bulannya meraka mengingkari dengan alasan tidak ditentukan dalam al-Qur’an makanya mereka tidak mengakui puasa Ramadhan karena tidak ada keterangan ayat al-Qur’an.[40]
d.      Tentang Zakat
Pada umumnya mareka tidak memunaikan zakat. Yang mereka akui adalah perintah member kepada fakir miskin.[41]
e.       Rukun islam
Rukun islam yang 5 tidak berfungsi apa-apa, yang terpenting adalah pemahaman al-qur’an[42]
 F.       Bantahan Ulama
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak termasuk orang beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut: “Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari siapa pun untuk menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Firman allah :
 Terjemahannya : Hai orang-orang yang beriman taatilah allah dan taatilah rasulnya dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada allah (al-qur’an) dan rasulnya (sunnahnya), jika kamu benar benar beriman kepada allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. An-Nisaa : 59)[43]
 Ayat tersebut secara jelas memerintahkan mentaati allah (Al-qur’an) dan rosulnya (sunnah rosul). Allah telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala persoalan agama dan memberikan bukti bahwa sunnah menjelaskan setiap makna dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui hal-hal yang ada dalam sunnah , baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah shalat. Tegasnya setiap bagian Sunnah Rasul SAW berfungsi menerangkan semua petunjuk maupun perintah yang difirmankan Allah di dalam Al-Quran.[44]
Siapa saja yang bersedia menerima apa yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula menerima petunjuk-petunjuk Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan untuk selalu taat dan setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada Rasul berarti tunduk kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk tunduk kepadaNya. Menerima perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya berpangkal kepada sumber yang sama (yaitu Allah SWT). [45]
Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak atau mengingkari sunnah sama saja dengan menolak ketentuan-ketentuan Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
 G.      Sebab Peng-ingkaran Terhadap Sunnah Nabi SAW
Melihat dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan adanya pengingkaran sunnah dikalangan umat Islam, dapatlah kiranya dilihat sebab adanya pengingkaran tersebut, diantaranya:[46]
1.      Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan, demikian menurut Imam Syafi’i.
2.      Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan sebagainya.
3.      Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
4.      Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur’an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
5.      Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur’an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh keinginan untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya yang berkaitan dengan hadits Nabi SAW.
6.      Adanya statement al-Qur’an yang menyatakan bahwa al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu yang relatif lama antara masa kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi SAW (wafatnya beliau).
7.      Pengaruh pemikiran Orientalis Barat[47]
 H.      Dalil-Dalil Inkar Sunnah
Dalil-dalil atau alasan-alasan inkar sunnah dibagi menjadi dua macam, yaitu dalil Al-Qur’an dan alasan akal. Yang berupa dalil Al-Qur’an diantaranya:
 Al-Qur’an surat An-nahl ayat 89
Terjemahnya : “…..Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an untuk menjelaskan sesuatu…..”.[48]
  1. Al-Qur’an surat al An’am ayat 38
Terjemahnya : “Tidak kami alfakan sesuatupun didalam Al-Qur’an”.[49]
  1. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3
Terjemahnya : “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku ridloi Islam itu sebagai agamamu.”[50]
 Dari ketiga ayat diatas menunjukan bahwa Al-Qur’an telah menunjukan semuanya (segala sesuatu). Al-Qur’an tidak membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya tentang islam sebagai agama yang telah sempurna.
  1. Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4
Terjemahnya : Dan tidaklah ia (Muhammad) bertutur benurut hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain wahyu yang diwahyukan kepadanya.[51]
 Menurut mereka yang diwahyukan itu sudah tertuliskan dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 20, Al-Maidah ayat 92, Ar-Ra’d ayat 40, An-Nahl ayat 35 dan 82, An-Nur ayat 45, Al-‘Angkabut ayat 18, Asy-Syura ayat 48.
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa tugas nabi Muhammad hanyalah menyampaikan pesan Allah dan tidak berhak memberikan penjelasan apapun.
 Al-Qur’an surat Al-Fathir ayat 31
Terjemahnya : “ Dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu yakni Al-Qur’an itulah yang benar (haq)….. ”[52]
 Al-Qur’an surat Yunus ayat 36
Terjemahnya : “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali ahli persangkaan belaka. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran….”[53]
  Jadi hadits itu hanyalah persangkaan yang tidak layak untuk dijadikan hujjah.
 Adapun dalil akal diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an dalam bahasa arab yang jelas, maka orang yang faham bahasa arab maka faham terhadap Al-Qur’an.
2.      Perpecahan umat islam karena berpegang pada hadits yang berbeda-beda.
3.      Hadits hanyalah dongeng karena baru muncul pada zaman tabi’in dan tabi’ittabi’in.
5.      Tidak satu haditspun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode sebelumnya pencatatan hadits, manusia berpeluang berbohong.
6.      Kritik sanad baru muncul setelah satu setengah abad wafatnya Nabi.
7.      Konsep tentang seluruh sahabat adil, muncul setelah abad ketiga Hijriyah.
 Analisis terhadap argumen inkar sunnah dalil-dalil naqli dan argumen aqli inkar sunnah itu seluruhnya lemah. Hal ini dapat diperkuat dengan argumen-argumen tokoh ikar sunnah dari Malaysia, Kassim Ahmad mengatakan bahwa buku ini secara saintifik membuktikan ketulenan Al-Qur’an sebagai perutusan Tuhan kepada manusia yang sepenuhnya terpelihara dan menarik perhatian pembaca kepada kesempurnaannya, kelengkapannya, dan keterperinciannya, menyebabkan manusia tidak memerlukan buku-buku lain sebagai sumber bimbingan. Lebih dari ini, Kassim Ahmad dengan yakin membuat kesimpulan tentang penolakan Rosyhad Khalifa terhadap sunnah, yakni bahwa hadits merupakan penyelewengan dari ajaran Nabi Muhammad dan tidak boleh diterima sebagai sumber perundang-undangan adalah benar.[54]
 
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.        Faham inkar sunnah adalah paham yang mengingkari keberadaan hadits-hadits Rasulullah SAW .
2.        Inkar sunnah mulai muncul pada zaman sahabat usai perang sahabat setelah wafatnya Nabi SAW, Tokoh-tokoh inkar sunah zaman dahulu diantaranya adalah golongan Khawarij, golongan Mu’tajilah serta golongan Syi’ah, sedang pada zaman modern tokoh inkar sunnah yang muncul diantaranya adalah Rasyad Khalifa dari Mesir, Ghulam Ahmad Parwes dari India, Taufiq Shidqi dari Mesir,Kasim Ahmad dari Malaysia dan empat orang dari Indonesia yaitu Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto, dan Lukman Saad.
3.        Sebab peng-ingkaran mereka terhadap sunnah Nabi SAW diantaranya:
a.    Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi saw. Dan kedangkalan mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan.
b.    Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah periwayatan, pembinaan hadits, metodologi penelitian hadits, dan sebagainya.
c.    Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi hadits, seperti keraguan akan adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan pembohong.
d.   Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur’an sebagai kitab yang memuat segala perkara.
e.    Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur’an berdasarkan kemampuan rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian hadits, metodologi penelitian hadits yang memiliki karakteristik tersendiri.
4.        Alasan mendasar yang mereka kemukakan untuk menolak keberadaan hadis Nabi saw. sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an adalah statement al-Qur’an yang menyatakan bahwa al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. al-Nahl [16]: 89).
 Di samping itu mereka juga meragukan keabsahan kitab-kitab hadis (yang memuat hadis-hadis Nabi saw.) yang kodifikasinya baru dilakukan jauh setelah Nabi saw. wafat. Menurut para ulama, seperti al-Syafi’i, argumentasi mereka tersebut adalah keliru. Kekeliruan sikap mereka itu sejauh ini diidentifikasi sebagai akibat kedangkalan mereka dalam memahami Islam dan ajarannya secara keseluruhan.
 
DAFTAR PUSTAKA
 Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah: Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412 H)
Ham, Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang : Aneka Ilmu, 2000)
Khon, Abdul Majid, Pemikiran Modern Dalam Sunnah, pendekatan Ilmu Hadits, (Jakarta : Kencana, 2011)
Smeer, Zeid B., Ulumul Hadits, Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008)
http://othoy09.Øblogspot.com/2012/02/inkar-as-sunnah.html [10 April 2013]
 

[1] Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunnah, pendekatan Ilmu Hadits, (Jakarta : Kencana, 2011)
[2] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah: Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412 H)
[3] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah,
[4] Abdul Majid Khon,
[5] Musahadi Ham, Evolusi Konsep Sunnah, (Semarang : Aneka Ilmu, 2000)
[6] Musahadi Ham,
[7] Abdul Majid Khon,
[8] Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits, Pengantar Studi Hadits Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008)
[9] Abdul Majid Khon
[10] Zeid B. Smeer
[11] Zeid B. Smeer
[12] Zeid B. Smeer
[13] Abdul Majid Khon
[14] Abdul Majid Khon
[15] Abdul Majid Khon
[16] Abdul Majid Khon
[17] Abdul Majid Khon
[18] Abdul Majid Khon
[19] Abdul Majid Khon
[20] Abdul Majid Khon
[21] Abdul Majid Khon
[22] Abdul Majid Khon
[23] Abdul Majid Khon
[24] Abdul Majid Khon
[25] Abdul Majid Khon
[26] Abdul Majid Khon
[27] Abdul Majid Khon
[28] Abdul Majid Khon
[29] Abdul Majid Khon
[30] Abdul Majid Khon
[31] Abdul Majid Khon
[32] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[33] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[34] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[35] Abdul Majid Khon
[36] Abdul Majid Khon
[37] Abdul Majid Khon
[38] Abdul Majid Khon
[39] Abdul Majid Khon
[40] Abdul Majid Khon
[41] Abdul Majid Khon
[42] Abdul Majid Khon
[43] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah,
[44] Abdul Majid Khon
[45] Abdul Majid Khon
[46] Abdul Majid Khon
[47] Abdul Majid Khon
[48] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[49] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[50] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[51] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[52] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[53] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah
[54] Abdul Majid Khon

No comments:

Post a Comment