Saturday, November 7, 2020

KHUTBAH JUM'AT KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK

 Kewajiban Mendidik Anak


إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُاَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا,يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ, أَمّا بَعْدُ

Ma’asyiral-Muslimin sidang  jum’at rahimakumullah,

Pertama-tama Saya berwasiat kepada dirisaya pribadi dan juga kepada jamaah sekalian, Marilah kita selalu memelihara ketaqwaan kepada Allah Ta’ala, dengan jalan melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala larangannya, serta senantiasa berusaha meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Dan marilah kita senantiasa bersyukur atas segala karunia dan pertolongan Allah sehingga kita mampu melaksanakan ibadah sholat jum’at dimasjid yang InsyaAllah penuh berkah.

Ma’asyiral-Muslimin sidang  jum’at rahimakumullah,

Anak merupakan amanah dari Allah SWT yang harus mendapatkan perhatian dari orang tuan secara serius, terutama dalam hal pendidikan mereka, agar kelak menjadi anak shaleh dan shalehah.Marilah kita tanamkan nilai-nilai agama dan budi pekerti yang luhur sedini mungkin agar mereka menjadi generasi yang berkualitas dan berakhlak mulia yang sanggup mengatasi tantangan kehidupan dizamannya, karena mereka akan hidup disuatu zaman yang berbeda dengan zaman kita.

Ma’asyiral-Muslimin sidang  jum’at rahimakumullah

Saat ini kita perlu merasa perihatin dengan munculnya berbagai kasus yang menimpa generasi muda ditanah air kita, dimana pada usia yang masih belia, bahkan masih dalam kategori anak-anak, telah terjadi perilaku-perilaku yang tidak lagi bisa dikatagorikan sebagai bentuk “kenakalan” pada umumnya, melainkan sudah menjerumus pada prilaku kriminal. Padahal kita tahu bahwa mereka adalah generasi yang akan meneruskan perjuangan kita; generasi yang akan menjadi bagian dari tanah air Indonesia di massa yang datang.

Marilah kita kembali kepada konsep ajaran agama Islam yang memandang anak sebagai amanah atau titipan Allah yang harus dijaga dan diperhatikan dengan sungguh-sungguh, khususnya dalam hal pendidikan dan juga mengenai hal yang lainnya. Memang di zaman sekarang tantangan yang dihadapi begitu besar dan berat. Banyak godaan datang silih berganti dan jika lengah sedikit saja bisa jadi langsung termakan oleh godaan tersebut.

Ma’asyiral-Muslimin sidang  jum’at rahimakumullah

Dalam kaitannya dengan pendidikan anak-anak atau putra-putri Islam, para ulama menyatakan bahwa kewajiban pertama kali bagi setaip orang tua adalah menanamkan akidah dan tauhid. Maka langkah pertama kali bagi orang tua yang merupakan kewajibannya sebagai adalah menegenalkan mereka kepada Allah SWT, sebagai Tuhannya, serta mengajarkan mereka tentang nilai-nilai ketuhanan.

Dan juga pendidikan yang harus sejak dini di tanamkan kepada anak adalah kesadaran akan kewajiban kepada Allah Swt.

Rasulullah SAW bersabda:

مُرُوْا أوْلَادَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَأضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ. رواه الحَاكِمْ

Artinya: “Suruhlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jiak mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah (dengan pukulan yang tidak membahayakn) jika tidak mau melaksanakannya. Kemudian pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR al-Hakim)

Ma’asyiral-Muslimin sidang  jum’at rahimakumullah

Memeperhatikan hadits tersebut di atas jelaslah bagi kita tentang tanggung jawab orang tua terhadap anaknya yaitu mengenai kewajiban-kewajiban anak. Ketika anak-anak telah mencapai usia tujuh tahun, di mana anak-anak sudah memasuki usia tamyiz (sudah berakal atau dapat berfikir) orang tua sudah harus memerintahkan anak melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT, yaitu shalat. Berarti pula bahwa sebelum menginjak usia tersebut kita sebagai orang tua dituntut untuk mengajarkan segala hal yang berkaitan dengan kewajiaban sholat, separti tata cara berwudlu, mengenai najis dan hadats, dan lain sebagainya.

Hal yang tak kalah pentingnya dalam pendidikan anak, adalah keteladanan yang baik dari orang tua dan lingkungan sekitarnya, mengingat kondisi anak-anak yang cenderung ingin meniru setiap perilaku yang terlihat di dalam lingkungannya. Sementara ia belum mengerti tentang baik dan buruk, belum memahami bahaya yang akan menjerumuskan ke dalam jurang kenistaan. Maka perhatian orang tua, sebagai orang yang paling dekat dengan anak-anak haruslah selalu memperhatikan aspek norma sosial dan norma agama.

Ma’asyiral-Muslimin sidang  jum’at rahimakumullah

Memperhatikan sekilas gambaran diatas, sebagai orang tua, kita harus sadar bahwa betapa besar tanggung jawab kita dalam mengemban amanah yang berupaanak tersebut. Maka sangat disayangkan jika terjadi salah asuh, sehingga tumbuh menjadi generasi yang bukan lagi harapan, namun malah menjadi beban.Yang justeru menjerumuskan orang tuanya kedalam neraka. Padahal Allah memerintahkan kepada kita untuk meyelamatkan diri kita dan keluarga kita dari api neraka, sebagaimana firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrîm/66:6)

Ma’asyiral-Muslimin sidang  jum’at rahimakumullah

Lantas bagaimana jika orangtua tidak mampu mengajarkan dan mendidik agama terhadap ana-anaknya? Padahal anak adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah. Sudah barang tentu kita akan di azab karena tidak mampu memertanggungjawabkan dengan baik amanah yang telah diberikan kepada kita.

Maka dari itu jika kita sebagai orang tua tidak mampu mendidik sendiri perihal masalah agama terhadap anak-anak kita, hendaklah kita sebagai orang tua menitipkan kesekolah atau menyekolahkan kesekolah-sekolah yang menjajarkan agama seperti pesantren, sekolah islam atau madrasah.

Seperti madrasah ibtidaiyah Roudhotul Ulum yang telah kita miliki, yang bertujuan untuk memdidik anak-anak tidak hanya cerdas tentang ilmu-ilmu umum tetapi juga paham terhadap ilmu-ilmu agama sehingga kelak menjadi anak yang sholeh-sholehah.

Karena Pendidikan pada madrasah selain anak-anak diajarkan ilmu-ilmu umum sebagaimana sekolah pada umumnya, juga diajarkan ilmu agama seperti aqidah dan ketauhidan, akhlaq atau adap dan etika, fiqih yakni tata cara pelaksanaan ibadah dan lain sebagianya. Sehingga isyaAllah akan meringankan pertanggungjawaban orangtua dihadapan Allah SWT dalam mempertanggungjawabkan amanah berupa anak yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ: اِذَامَاتَ اْلاِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ اِلاَّ مَنْ ثَلاَثٍ اِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَاِلحٍ يَدْعُوْلَهُ. رواه مسلم

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW Bersabda: “Ketika anak adam meninggal, maka terputuslah pahala amalnya kecuali tiga hal, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).

Semoga Allah SWT menganugerahi kita keturunan dan generasi yang sholeh dan sholehah, serta menganugerahkan rahmat dan petunjukNya kepada kita untuk dapat mencapai kedamaian, dan kebahagiaan hidup baik didunia maupun di akhirat. Amin ya Rabbal ‘Alamin

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Monday, February 1, 2016

Kisah-Kisah Dalam Al-Qur'an Sebagai Sarana Dakwah Islam



 Kisah-Kisah Dlam Al-Qur'an Sebagai Sarana Dakwah Islam
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Al-Qur’an merupakan kalam Allah sebagai pedoman seluruh umat Islam yang memiliki mukjizat paling besar. Untuk mengetahui kandungan al-Qur’an itu diperlukan suatu metode keilmuan yang dikenal dengan nama Ulumul Qur’an.
            Menurut Az-Zarqani, Ulumul Qur’an ialah studi yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik dilihat dari segi turunnya, kemujizatannya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap al-Qur’an dan sebagainya.
            Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling penting yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut kedalam hati dan pada gilirannya akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung didalamnya. Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah yang benar” telah menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Qur’an. Rosihon Anwar dalam bukunya “Ilmu Tafsir[1] mengemukakan bahwa al-Qur’an merupakan kalam Allah Swt yang berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran-ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada yang berisi informasi, perintah dan larangan, ada juga yang dimodifikasi dalam bentuk diskriftif kisah-kisah yang
mengandung pelajaran atau petunjuk yang dikenal dengan kisah-kisah dalam al-Qur’an. Tuntunan dalam al-Qur’an adakalanya disampaikan melalui kisah-kisah dengan tujuan untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan-kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap setiap bujukan untuk berbuat ingkar, serta menerangkan prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah.
            Sudah menjadi ketentuan, bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah Swt mempunyai banyak keunikan, salah satu keunikannya adalah suka mendengar dan mempelajari cerita. Hal tersebut disebabkan karena kisah dapat menarik perhatian apabila di dalamnya terselip pesan-pesan dan pelajaran yang dapat menanamkan kesan rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Nasehat atau pelajaran yang disampaikan tanpa variasi, walau dengan tutur kata yang indah, belum tentu dapat menarik perhatian akal, bahkan isinya pun belum tentu dapat dipahami. Akan tetapi bila nasehat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan, maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Sehingga akan merasa senang mendengarkan, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh akan nasehat dan pelajaran yang terkandung di dalammya.
            Dikemukakan oleh Manna Khalil al-Kattan bahwa kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam Ulub Arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah al-Qur’an. Kisah-kisah dalam al-Qur’an tentu saja berbeda dengan cerita atau dongeng lainnya, karena mempunyai karakteristik di dalamnya. Dalam al-Qur’an kisah merupakan petikan-petikan dari sejarah sebagai pelajaran bagi umat manusia yang senantiasa dapat menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa itu.
            Secara eksplisit al-Qur’an berbicara tentang pentingnya sejarah, hal tersebut tertera dalam Q.S. Ali Imran (3):140 berbunyi:
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
Artinya: Dan kamu (pada perang uhud) terkena luka, Maka kaum lainpun (kafir) kena luka pula seperti itu. Dan hari (kejayanan dan kekalahan) itu akan datang silih berganti.
            Secara garis besar makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian kisah al-Qur’an, macam-macam kisah al-Qur’an, faedah dari kisah-kisah dalam al-Qur’an dan pengaruh kisah al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kisah (Qashash) al-Qur’an.
2.      Apa saja macam-macam kisah (Qashash) al-Qur’an.
3.      Apa tujuan dari kisah (Qashash) al-Qur’an.
4.      Apa saja pengaruh kisah (Qashash) al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
 C.    Tujuan dan Kegunaan Penulisan
1.      Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui pengertian dari kisah (Qashash).
b.      Untuk mengetahui macam-macam kisah (Qashash).
c.       Untuk mengetahui apa saja faedah kisah (Qashash)  al-Qur’an.
d.      Dan untuk mengetahui pengaruh kisah (Qashash)  al-Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran.
2.      Kegunaan Penulisan
a.       Diharapkan dapat memberikan kontribusi penulisan khususnya dalam dunia dakwah dan pendidikan Islam.
b.      Untuk melengkapi tugas Studi Qur’an di Kampus IAIN Samarinda Tahun 2016.
  BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kisah Dalam al-Qur’an
            Kata kisah diambil dari akar bahasa Arab;  قص، يقص، قصا صا(qashsha, yaqushshu, qashsha, shan), berarti menceritakan kabar kepadanya atau bermakna pokok menunjukkan untuk mengikuti sesuatu yang dikisahkan atau berarti dengan (menceritakan). Sedangkan dalam bahasa Indonesia qashash menjadi kisah diartikan dengan cerita tentang kejadian (riwayat) kehidupan seseorang. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kisah diterjemahkan dengan cerita, kejadian (riwayat) sejarah dan sebagainya. Cerita tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa), kejadian dan sebagainya). Sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Memperhatikan pengertian di atas, nampaknya antara kisah dengan sejarah adalah identik, karena menyangkut dengan sifat fakta yang telah terjadi masa lampau.
            Di dalam al-Qur'an Allah Swt menampilkan beraneka ragam kisah. Dari bentuk (shighat) yang berakar dari qasha, yaqashu dan qishashan berjumlah 30 kali dalam berbagai surat dan ayat. Sedangkan bukan kalimat secara langsung kata yang berakar dari qassha, tetapi ayat tersebut menceritakan peristiwa tersebut secara langsung terdapat dalam al-Qur'an sebanyak 15 kali., Makkiyah 11 surah dan Madaniyah 4 surah.
Memperhatikan ayat-ayat yang berhubungan dengan kisah, nampaknya al-Qur'an mengungkapkan tentang: Pertama, peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi dengan menyebutkan pelaku-pelaku dan tempat terjadinya. Kedua, peristiwa yang telah terjadi dan masih dapat terulang kejadiannya, Ketiga, peristiwa simbolis yang tidak menggambarkan suatu peristiwa yang telah terjadi namun dapat saja terjadi sewaktu-waktu.
            Dengan demikian kisah memberi faedah terutama dalam menjelaskan Islam kepada masyarakat, seperti diungkap oleh Hasbi Ash-Shiddiqi:
1.      Pengajaran yang tinggi yang menjadi cermin perbandingan bagi segala ummat. Di dalamnya kita dapati akibat kesabaran. Sebagaimana sebaliknya kita dapati akibat keingkaran.
2.      Mengokohkan Muhammad, membuktikan kebenarannya. Muhammad adalah seorang ummy dan yang hidup dalam masyarakat yang ummy. Maka bagaimana ia dapat meriwayatkan sejarah-sejarah yang penting kalau bukan yang demikian itu dari wahyu.
3.      Memberi petunjuk       kepada penyeru,  jalan jalan    yang harus mereka turuti dalam melaksanakan seruan dalam menghadapi kaum-kaum yang ingkar.
4.      Menerangkan betapa kesungguhan dan ketelitian ulul 'azmi dalam memberikan petunjuk kepada manusia.
            Pada sisi lain Masyfuk Zuhdi memberikan gambaran tentang manfaat kisah yang terkandung dalam al-Qur'an sebagai berikut:
1.      Sebagai pelajaran bagi manusia sekarang ( umat Muhammad ) tentang bagaimana nasib manusia yang ingkar dalam melawan Allah.
2.      Sebagai hiburan bagi Nabi Muhammad clan umat Islam pada permulaan Islam, agar Nabi sahabat-sahabatnya tetap berteguh hati, tidak berkecil hati dalam menghadapi segala hambatan dan tantangan di dalam menjalankan dakwah Islamiyah atau misinya.
            Manna Khalil al-Qattan mengemukakan bahwa kisah merupakan metode yang digunakan bagi juru dakwah dan pendidik. Karena mereka tertarik mendengar atau membaca suatu kisah yang tanpa disadarinya mereka telah menerima pesan berupa nasehat, petunjuk, pengajaran dan sebagainya dari kisah tersebut. Terutama dapat membekali audiensnya tentang peri kehidupan Nabi, berita-berita tentang umat dahulu.
Kisah yang baik dan cermat akan digemari dan akan menebus relung jiwa manusia dengan mudah. Kisah yang terdapat dalam al-Qur'an tidak membosankan dan jemu sedangkan kisah diluar al-Qur'an sering membuat para pendengar bosan mendengar atau membadanya. Kisah yang terdapat dalam al-Qur'an merupakan bahan yang subur bagi da'i dalam membantu kesuksesan dalam melaksanakan tugasnya dan membekali diri mereka dengan petunjuk para Nabi atau Rasul, berita- berita umat terdahulu dan hal ikhwat tentang bangsa-bangsa sebelumnya. Semestinya para da'i mampu menyuguhkan kisah-kisah qur'ani dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar para audience. Penggunaan metode kisah dalam berdakwah memegang peranan penting, karena kisah salah satu cara untuk memusatkan perhatian para pendengar terutama dalam ceramah yang memakai waktu panjang. Dengan demikian penanaman akidah kepada pendengar yang paling utuh adalah dengan pendekatan metode kisah yang terdapat dalam al-Qur'an.
            Secara etimologi Qashash (قصص) merupakan bentuk jamak dari kata (قصة) yang berarti berita, kisah, perkara dan keadaan.
Sesuai firman Allah Swt:
إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ ۚ وَمَا مِنْ إِلَٰهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya: "Sesungguhnya ini adalah kisah-kisah yang benar." (QS. Ali Imran: 62).
Juga berarti mengikuti jejak.
Sesuai firman Allah Swt:
قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا
Artinya: "Lalu keduanya mengikuti kembali jejak mereka sendiri."(QS. Al-Kahfi: 64).
            Al-Qur’an telah menyebutkan kata kisah dalam beberapa konteks, pemakian dan tashrif  konjugasinya dalam bentuk fi’il madhi, fi’il mudhari’, fi’il amr dan mashdar.[2] Secara terminologi, Qashash al-Qur'an adalah kisah-kisah di dalam al-Qur'an yang menceritakan keadaan umat-umat terdahulu dan Nabi-Nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang.[3] Sedangkan Mana' al-Qathan mendefinisikan Qashash al-Qur'an adalah pemberitaan al-Qur’an tentang hal-ihwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
B.     Macam-Macam Kisah Dalam al-Qur’an
            Di dalam al-Qur’an banyak di kisahkan beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Dari al-Qur’an dapat diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita sejak Nabi Adam seperti kisah para Nabi dan kaumnya. Kisah Yahudi, Nasrani, Majuzi, dan lain sebagainya. Selain itu Al-qur’an juga menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah Saw. Seperti kisah peperangan (Badar, Uhud, Hunain) dan perdamaian (Hudaibiyah) dan lain sebagainya. Kisah-kisah dalam al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam diantanya yaitu:
a.       Dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu kisah dalam al-Qur’an ada tiga, yaitu:
1.      Kisah hal ghaib yang terjadi di masa lalu. Contohnya:
a). Kisah tentang dialog malaikat dengan tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi sebagaimana di jelaskan dalam (QS. Al-Baqarah: 30-34).
b). Kisah tentang penciptaan alam semesta sebagaimana yang diungkapkan dalam (QS. Al-Furqan: 59, Qaf: 38).
c).  Kisah tentang penciptaan nabi adam dan kehidupanya ketika di surga sebagaimana terdapat dalam (QS. Al-a’raf: 11-25).
2. Kisah hal gaib yang terjadi pada masa kini. Contohnya:
a)      Kisah tentang turunya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti diungkapkan dalam (QS. Al-Qadar: 1-5).
b)      Kisah tentang kehidupan makhluk-makhluk gaib seperti setan, jin, atau iblis seperti diungkapkan dalam (QS. Al-A’raf: 13-14).
3. Kisah ghaib yang terjadi pada masa yang akan dating. Contohnya:
a)      Kisah tentang akan datangnya hari kiamat seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an surah al-Qari’ah, surah al-Zalzalah, dan lainnya.
b)      Kisah tentang kehidupan orang-orang di surga dan di  neraka seperti di ungkapkan dalam al-Qur’an surah al-Ghasyiah dan lainnya.
b.    Dari Segi Materi
       Ditinjau dari segi materi, kisah-kisah (Qashash) dalam al-Qur’an ada tiga diantaranya yaitu:
1.      Kisah-kisah para nabi terdahulu
Bagian ini berisikan seruan dan ajakan para nabi kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat dari Allah Swt yang memperkuat dakwah mereka, sikap orang-orang yang memusuhinya, serta tahapan-tahapan dakwah perkembangannya, dan akibat yang menimpa orang beriman dan orang yang mendustakan para nabi. Contohnya:
a.       Kisah Nabi Adam (QS.Al-Baqarah: 30-39. Al-Araf: 11 dan  lainnya).
b.      Kisah Nabi Nuh (QS.Hud : 25-49).
c.       Kisah Nabi Hud (QS. Al-A’Raf: 65, 72, 50, 58).
d.      Kisah Nabi Idris (QS.Maryam: 56-57, Al-Anbiya: 85-86).
e.       Kisah Nabi Yunus (QS.Yunus: 98, Al-An’am: 86-87).
f.       Kisah Nabi Luth (QS.Hud: 69-83).
g.      Kisah Nabi Musa (QS.Al-Baqarah: 49,61, Al-A’raf: 103-157)
h.      Kisah Nabi Harun (QS.An-Nisa: 163).
i.        Kisah Nabi Daud (QS.Saba: 10, Al-Anbiya: 78).
j.        Kisah Nabi Sulaiman (QS.An-Naml : 15, 44, Saba: 12-14).
k.      Kisah Nabi Ayub (QS. Al-An ‘am: 34, Al-Anbiya: 83-84).
l.        Kisah Nabi Ibrahim (QS.Al-Baqarah: 124, 132, Al-An’am: 74-83).
m.    Kisah Nabi Ismail (QS.Al-An’am: 86-87).
n.      Kisah Nabi Ishaq (QS.Al-Baqarah: 133-136).
o.      Kisah Nabi Ya’qub (QS.Al-Baqarah: 132-140).
p.      Kisah Nabi Yusuf (QS.Yusuf: 3-102).
q.      Kisah Nabi Yahya (QS.Al-An’am: 85).
r.        Kisah Nabi Zakaria (QS.Maryam: 2-15).
s.       Kisah Nabi Isa (QS.Al-Maidah: 110-120).
t.        Kisah Nabi Muhammad (QS.At-Takwir: 22-24, At-Taubah: 43-57).
       Kisah-kisah para Nabi tersebut menjadi informasi yang sangat berguna bagi upaya meyakini para Nabi dan Rasul Allah. Keimanan pada para Nabi dan Rasul merupakan suatu keharusan bagi umat Islam yang harus ditamamkan semenjak usia dini. Tanpa adanya keyakinan ini, seseorang tidak akan bisa membenarkan wahyu Allah Swt yang terdapat dalam kitab Allah Swt yang berisi berbagai macam perintah maupun larangan-Nya.
       Jika seorang telah memiliki kemantapan dalam mengimani para Nabi dan Rasul, mereka akan dibawa dalam suatu keyakinan yang sama-sama diimani semua Nabi, yakni keesaan Allah Swt.
       Kisah Nabi juga bisa dijadikan teladan bagi kehidupan seseorang. Keteladanan diperlukan agar seseorang memiliki sosok yang bisa dijadikan idola. Misalnya sosok yang tampan seperti Nabi Yusuf AS, yang kaya seperti Nabi Sulaiman, yang handal pertempuran seperti Nabi Musa AS. Dalam pembelajaran, peserta didik memiliki bermacam-macam karakter, bakat, dan pembawaan. Hal ini perlu dikembangkan dengan memberikan kisah-kisah pilihan Nabi dan Rasul.
 2.      Kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah
a.       Kisah tentang Ababil (QS.Al-Fil: 1-5).
b.      Kisah tentang hijrahnya Nabi SAW (QS.Muhammad: 13).
c.       Kisah tentang perang Badar dan Uhud (QS. Ali Imran).
d.      Kisah tentang perang Hunain dan At-Tabuk (QS. Taubah). Dan lain sebagainya.
       Kisah-kisah tersebut dapat dipergunakan untuk memantapkan keyakinan dan keimanan peserta didik agar benar-benar mencontoh kebaikan yang dilakukan para sahabat yang telah berjuang dengan semangat. Peserta didik juga di motivasi untuk selalu berjuang dan berkorban di jalan Allah Swt.
3.      Kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya. Contohnya:
a.       Kisah tentang Luqman (QS.Luqman: 12-13).
b.      Kisah tantang Dzul Qarnain (QS. Al-Kahfi: 83-98).
c.       Kisah tentang Ashabul Kahfi (QS.Al-Kahfi: 9-26).
d.      Kisah tentang thalut dan jalut (QS.Al-Baqarah: 246-251).
e.       Kisah tentang Yajuj Ma’fuz (QS.Al-Anbiya: 95-97).
f.       Kisah tentang bangsa Romawi (QS.Ar-Rum: 2-4).
g.      Kisah tentang Maryam (QS. Ali Imron: 36-45, dan lain-lain)
h.      Kisah tentang Fir’aun (QS. Al-Baqarah: 49-50, dan lain-lain)
i.        Kisah tentang Qorun (QS. Al-Qashash: 76-79, dan lain-lain) dan lain sebagainya.
       Kisah tersebut ada yang patut kita teladani dan tidak perlu diteladani. Kisah teladan dari selain para Nabi dan rasul dapat dijadikan pelajaran bahwa meskipun tidak sebagai Nabi atau Rasul manusia tetap berpeluang menjadi orang baik yang bisa menjadi pilihan. Sedangkan kisah yang tidak  patut diteladani juga bermanfaat bagi upaya penjagaan diri agar tidak terjerumus pada perbuatan yang sama.
 C.    Faedah Kisah Dalam al-Qur’an
            Kisah-kisah al-Qur'an pada dasarnya terdapat banyak sekali faedah yang dapat dipetik manfaatnya.
Berikut ini faedah kisah dalam al-Qur’an di antaranya:
1.      Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah Swt dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi.
2.      Menanamkan akhlakul karimah dan budi yang mulia.
3.      Menampakan kebenaran Nabi Muhammad. Dalam dakwahnya dengan tepat beliau menerangkan keadaan umat-umat terdahulu.
4.      Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membenarkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti.
5.      Meneguhkan hati Rasulullah dan umat Muhammad atas agama Islam, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya. Sesuai Firman Allah Swt yang berbunyi:
وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Dan semua kisah rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman.(QS. Hud: 120)
6.      Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
7.      Menarik perhatian para mendengar.
8.      Sugesti bagi kaum Mukminin.
9.      Peringatan kepada orang-orang kafir akan akibat terus menerusnya mereka dalam kekufuran.
10.  Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya kedalam jiwa.[4]
Sesuai Firman Allah Swt yang berbunyi:
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal (Al Quran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yusuf: 111).
 D.    Pengaruh Kisah al-Qur’an Dalam Pendidikan Dakwah dan Pengajaran
            Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal. Pelajaran yang disampaikan dengan metode ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat di ikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan mudah sulit dan berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka kisah dalam al-Quran sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah.
            Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatnya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya.
            Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang memerlukan inti pengajaran dan guru pendidikan.
            Dalam kisah-kisah Qur’ani terdapat sarana yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal kependidikan berupa kehidupan para nabi, berita tentang umat terdahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan tentang bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah Qur’ani itu dengan aturan bahasa yang sesuai dengan nalar pelajar dalam segala tingkatan.
            Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu atau kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik dari keindahan tamannya aneka ragam bunga dan buah-buahan.
            Pelajaran yang disampaikan dengan metode talqiin dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat diikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan sulit dan berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka uslub gashashi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, pemperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan mengisahkannya
            Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran dan sosok guru pendidikan.
            Dalam kisah-kisah al-Qur’an ini terdapat lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal kependidikan berupa teladan hidup para Nabi, berita-berita tentang umat terdahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah qur’ani itu dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat pelajar dalam segala tingkatan. Sejumlah kisah keagamaan yang disusun oleh Ustadz Sayid Qutub dan Ustadz as-Sahhar telah berhasil memberikan bekal bermanfaat dan berguna bagi anak-anak kita, dengan keberhasilan yang tiada bandingnya. Demikian pula al-Jarim telah menyajikan kisah-kisah Qur’ani dengan gaya sastra yang indah dan tinggi, serta lebih banyak analisis mendalam. Alangkah baiknya andaikata orang lain pun mengikuti dan meneruskan metode pendidikan baik ini.
            Bentuk ini adalah untuk memberikan pelajaran sebuah kebenaran, agar selalu mengerti akan pentingnya sebuah pengetahuan dan hikmah. Contoh tentang hal ini dalam surat Luqman, sebagaimana diketahui bahwa menurut jumhur ulama’, Luqman bukanlah seorang nabi, kecuali pendapat Ikrimah dan Al-Syaibani, akan tetapi ia adalah seorang yang sholeh yang diberi oleh Allah kelebihan, hikmah dan kemampuan memutuskan antara yang haq dan yang batal dan dimuliakan oleh Allah dengan ma’rifat dan ilmu dan ta’bir yang tepat dan benar. Dalam kepribadiaanya ia adalah sosok hamba yang sangat sederhana, dan sebagai qodli atas bani isroil. Adapun tentang Luqman ini Allah berfirman :
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah”. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia besyukur untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnaya Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzoliman yang besar”. Dan kami perintahkan manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua, ibunya telahmengandungnya dalamkeadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kedua orangtuamu, hanya kepadaKulah kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukanKu dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergauilah mereka di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (Luqman berkata): Hai anakku, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau dilangit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Luqman 12-16 ).
            Dalam ayat diatas, pengertian yang dapat dipetik bahwa pendidikan orang tua, kepayahan dan kesulitannya baik malam maupun siang hari, agar anak mau mengingat kebaikan orang tua yang telah diterimanya.
Selain itu pula terdapat konsep ancaman yang membuat bentuk ini adalah untuk membuat sebuah peringatan (warning) agar meninggalkan sesuatu yang buruk atau jangan melakukan sesuatu yang buruk, karena segala sesutu yang buruk itu mengandung konsekuensi sebagai balasan atas perbuatan buruk tersebut, dapat berupa hukuman atau musibah karma.
            Dapat dicontohkan sebagaimana dalam firman Allah Al-Lahab ayat: 1-5. Surat ini menceritakan akan konsekuensi sebuah perbuatan buruk yang telah dilakukan oleh Abu Lahab, sehingga cerita ini akan menjadi peringatan sekaligus ancaman bagi mereka yang mengulang perbuatan jahat seperti apa yang telah dilakukan oleh Abu lahab dan Isterinya. Jelaslah bahwa peringatan dan ancaman dalam kisah-kisah dalam al-Qur’an hakikatnya tidak lain merupakan bentuk psikoterapi dari kesombongan dan keangkuhan dari orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah, yang harus dihadapi dengan peringatan dan ancaman yang dapat merendahkan diri mereka.
            Dari sisi lain, manusia sendiri secara psikologis merupakan makluk dengan karakteristik dan sifat yang tangkas sejak lahir yakni seperti naluri cinta hidup, naluri takut, tunduk, menentang,dan sebagainya. Dari sifat khusus manusia itu selanjutnya akan memunculkan dorongan-dorongan dalam diri manusia. Dengan dorongan-dorongan inilah manusia akan memenuhi kebutuhannya, baik rasa aman, minat dan sebagainya.
            Namun sebaliknya bila dorongan itu berlebihan, maka akibatnya justru manusia tidak lagi dapat mengendalikan dorongan itu, akan tetapi dorongan itulah yang akan mengendalikannya dan hal ini disebut dengan penyimpangan dorongan, misalnya seseorang menjadi berlebihan dalam memusuhi dan menganiaya terhadap sesama.
            Penggunaan ancaman sebagai akibat dari sebuah perbuatan yaitu berupa siksa Allah di akhirat kelak, seseorang berusaha menghindarinya, bahkan apabila ketakutan itu begitu dahsyat, hal ini akan membuat seseorang tertimpa kebingungan untuk waktu yang lama, dimana ia tidak akan mampu bergerak dan berpikir. Dalam keadaan seperti inilah, seluruh perhatiaannya akan tertuju pada bahaya yang mengancam dan usahanya untuk melepaskan diri dari bahaya itu serta memalingkannya dari hal-hal lain.
 BAB III
KESIMPULAN
Menurut bahasa kata Qashash jamak dari Qishah, artinya kisah, cerita atau keadaan. Sedangkan menurut istilah Qashashul Quran ialah kisah-kisah dalam al-Quran tentang Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Tiga macam kisah dalam al-Quran yakni kisah para nabi terdahulu, kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa lalu dan orang-orang yang tidak disebutkan kenabiannya, dan kisah-kisah yang terjadi pada masa Rasulullah.
Kisah (Qashash) dalam al-Quran dapat digunakan sebagai sarana dakwah, hiburan, motivasi, dan lain-lain. Selain itu Qashash biasanya menceritakan semua keadaan dengan cara yang menarik dan mempesona. Dan bahkan tulisan di dalam al-Qur’an dapat mengalahkan syair-syair yang terkenal di Arab.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rohison, Ilmu Tafsir, (Cet.III; Bandung: Pustaka Setia, 2006)
al-Khaldi Fattah Abdul Shalah, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih bahasa: Abdullah, Kisah-kisah al-Qur’an; Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)
Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998)
Syadali Ahmad, Rofi’I Ahmad, Ulumul Qur’an II, ( Cet; I, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997)

[1] Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, (Cet.III; Bandung: Pustaka Setia, 2006
[2]Shalah Abdul Fattah al-Khaldi, Ma’a Qishash al-Sabiqin fi al-Qur’an, alih bahasa: Abdullah, Kisah-kisah al-Qur’an; Perjalanan dari Orang-orang Dahulu (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), jilid. I
[3] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 1998)
[4]  Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I, Ulumul Qur’an II, ( Cet; I, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997,)